Secara praktis, virtual reality (VR) hanya bisa dinikmati dengan menggunakan headset, yang bentuknya mirip sepasang kacamata namun menutupi seluruh penglihatan Anda dengan tampilan sebuah gambar. Tidak mengherankan jika teknologi virtual reality (VR) ditanggapi secara lebih serius lagi belakangan ini karena kemampuannya mengubah persepsi dan keintiman dengan user. Siapa yang tak mengenal Oculus, Facebook, Samsung, Microsoft, Sony, Google, dan Viewmaster?
Kesemuanya serius menggarap virtual reality (VR); berlomba-lomba memenangkan posisi di depan muka Anda. Padahal, virtual reality (VR) tak lebih dari perangkat lunak yang mampu menghasilkan tampilan 3D. Sederhana, memang. Tapi, sesuatu yang besar kerapkali bermula dari hal sederhana. Virtual reality (VR) hanyalah segelintir contoh yang bakal membuktikan itu semua.
Pengertian Virtual Reality
Virtual reality (VR) merupakan lingkungan buatan yang diciptakan oleh perangkat lunak dan disajikan pada user sedemikian rupa sehingga user menerimanya sebagai lingkungan yang benar-benar nyata. Pada sebuah komputer, keberadaan virtual reality (VR) dapat dinikmati melalui dua dari kelima indera kita, yakni indera penglihatan dan suara. Bentuk paling sederhana dari virtual reality (VR) adalah gambar 3D yang dapat dieksplorasi secara interaktif dengan menggunakan sebuah PC; cukup dengan memanipulasi tombol keyboard atau menggerakkan mouse ke arah tertentu.
Sebagai sebuah teknologi, virtual reality (VR) mengalami perjalanan panjang. Seiring dengan perjalanan itulah ia mengalami pembagian fungsi: (1) Sebagai simulasi sebuah lingkungan nyata untuk keperluan pelatihan dan pendidikan; dan, (2) Sebagai bentuk pengembangan suatu lingkungan imajiner sebagai bagian dari sebuah game atau kisah tertentu. Fungsi dan tujuan paling mendasar dari diciptakannya teknologi virtual reality (VR) adalah memungkinkan seseorang untuk menikmati dan memanipulasi lingkungan yang tersaji di balik headset-nya seakan-akan itu merupakan lingkungan nyata.
Perlu dipahami bahwa virtual reality (VR) berbeda dari lingkungan 3D sederhana sebagaimana yang kerap ditemukan di video game, dimana user dapat memanipulasi lingkungan melalui sebuah avatar dan tidak berinteraksi secara langsung di dunia virtual tersebut.
Perkembangan Virtual Reality
Sejarah keberadaan virtual reality (VR) tidak lepas dari tingginya apresiasi terhadap teknologi tersebut sejak awal tahun 90-an, terutama setelah peluncuran salah satu headset VR komersil pertama yang dinamakan Forte VFX1. Namun, gegap gempita respon terhadap keberadaan VR harus menurun karena adanya gelombang teknologi yang baru muncul yang dinamakan Internet. Kelahiran Internet waktu itu menyita seluruh perhatian industri teknologi dan komputasi secara keseluruhan karena menawarkan cara komunikasi baru; sementara kegunaan virtual reality (VR) belum sepenuhnya dipahami, kecuali sebagai alat ‘permainan’ belaka.Ide akan keberadaan virtual reality (VR) komersil muncul kembali di tahun 2012 ketika headset VR generasi baru lahir ditandai dengan keberadaan Oculus Rift. Sejak saat itu, HTC Vive dan PlayStation VR ikut muncul sebagai headset VR komersil yang menjanjikan. Popularitas ponsel cerdas yang terus mendunia memperbanyak pihak untuk ikut serta dalam memasyarakatkan dan memproduksi headset VR lewat proyek seperti Google Cardboard dan Samsung Gear VR.
![]() |
| Perkembangan virtual reality (VR) |
Saat ini, misalnya, virtual reality (VR) banyak dilibatkan dalam proses pelatihan kerja dan visualisasi produk secara 3D. Sungguh penggunaan yang sangat ‘rendah’ untuk teknologi yang lahir hampir bersamaan dengan Internet – jika tidak dapat dikatakan mendahuluinya. Paling tidak, aplikasi virtual reality (VR) seperti kedua hal di atas meningkatkan apresiasi orang atas keberadaan teknologi virtual reality (VR) dengan membungkus berbagai proses kompleks dalam bentuk tampilan 3D.
Belakangan ini virtual reality (VR) mendapat ‘pesaing’, yang dinamakan dengan augmented reality (AR). Banyak yang belum bisa membedakan virtual reality (VR) dari augmented reality (AR). VR sepenuhnya membatasi pandangan atau persepsi mata user terhadap realitas fisik, sementara AR berupaya mentransposisi lapisan-lapisan data digital 3D menjadi realitas fisik. Bersama-sama, baik virtual reality (VR) maupun augmented reality (AR) siap mengubah persepsi kita atas realitas.
Bagaimana Virtual Reality Bekerja
Satu-satunya cara agar virtual reality (VR) bisa bekerja adalah dengan mengenakan headset. Sebuah headset virtual reality (VR) dikenakan layaknya sebuah kacamata berukuran besar yang menutupi seluruh penglihatan user. Hanya dengan cara seperti ini user dapat sepenuhnya menikmati dunia yang disajikan oleh teknologi virtual reality (VR).![]() |
| Cara kerja virtual reality (VR) |
Headset virtual reality (VR) menggunakan dua feed yang dikirimkan ke satu display atau dua display LCD, masing-masing untuk satu mata. Di sana ada pula lensa-lensa yang ditempatkan di antara mata user dan pixel – yang membuat perangkat ini kerap dinamakan kacamata. Pada beberapa kesempatan, lensa-lensa ini dapat disesuaikan sedemikian rupa agar cocok untuk jarak kedua mata user, yang mana berbeda untuk tiap orang. Nah, lensa-lensa tersebut bertindak untuk fokus dan membentuk ulang gambar untuk masing-masing mata dan menghasilkan tampilan 3D stereoskopik. Sayangnya, headset yang ada saat ini belum memungkinkan tampilan 360 derajat secara utuh. Yang paling modern hanya menghasilkan perputaran 100 atau 110 derajat.


0 comments:
Post a Comment